Apapun jenis pekerjaan seseorang, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu hal yang harus mendapatkan perhatian lebih. Risiko pekerjaan selalu ada dengan bentuk yang berbeda-beda. Seperti pekerjaan di ruang terbatas atau confined space yang memiliki risiko K3 sangat tinggi. Potensi bahaya yang ada pada saat bekerja di ruang terbatas sangat beragam macamnya. Di antaranya kekurangan oksigen, gas yang mudah terbakar bahkan meledak, lantai licin, suhu ekstrem, gas beracun, dan lain sebagainya.
Jenis pekerjaan yang harus menempuh risiko ruang terbatas pun banyak. Beberapa di antaranya adalah pemeliharaan kebersihan, perbaikan mesin atau ruangan, pengelasan logam, penyelamatan dan pemberian pertolongan kepada pekerja yang mengalami bahaya di ruang terbatas, hingga sekadar pemeriksaan serta ragam jenis pekerjaan lainnya. Oleh karena itu, siapapun yang bekerja di ruang terbatas harus memahami prosedur dan aturan yang berlaku sebelum terjun ke lapangan. Setidaknya ada 5 aturan utama yang perlu diperhatikan oleh setiap perusahaan dan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di ruang terbatas.
Pertama, memahami syarat-syarat bekerja di ruang terbatas
Persyaratan untuk melakukan sesuatu, dibuat untuk menghindari atau mengurangi risiko yang berpotensi bahaya kepada pelaksananya. Dimana aturan tentang persyaratannya sudah tercantum dalam Kepdirjen Binwasnaker No.113/DJPPK/IX/2006 tentang Pedoman K3 di Ruang Terbatas.
Salah satu syarat untuk bekerja di ruang terbatas adalah adanya pengurus lokasi untuk melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap tempat bekerja untuk menentukan apakah perlu permintaan izin khusus atau tidak. Jika lokasinya memerlukan izin khusus, pengurus harus melakukan konfirmasi kepada pekerja tentang bahaya yang ada di ruang terbatas tersebut.
Kedua, adanya program khusus untuk bekerja di ruang terbatas
Ketersediaan lokasi untuk pekerjaan ruang terbatas dengan izin khusus diperlukan pengelolaan oleh pihak tertentu dalam suatu kepengurusan. Pengurus lokasi tersebut selanjutnya bertanggung jawab untuk memastikan prosedur K3 berjalan dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, pengurus ruang terbatas dapat menerapkan program khusus untuk perusahaan atau para pekerja. Dalam program tersebut terdapat beberapa hal penting, mulai dari menentukan langkah-langkahnya, identifikasi dan evaluasi bahaya, pengembangan keamanan, penyediaan dan pemeliharaan kondisi peralatan, pengadaan evaluasi, dan sebagainya.
Ketiga, sistem perizinan ruang terbatas menurut regulasi yang berlaku
Sistem perizinan untuk bekerja di ruang terbatas umumnya merupakan prosedur tertulis yang dikeluarkan oleh pengurus. Tujuannya adalah mempermudah dalam persiapan mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan, atau sebaliknya menghentikan kegiatan dalam ruang terbatas dengan izin khusus. Prosedur tersebut tertuang dalam Kepdirjen Binwasnaker No.113/DJPPK/IX/2006, mulai dari pengawasan pengurus kerja, harus mempunyai izin lengkap pada setiap pekerjaan, durasi kegiatan hingga ahli K3 yang dapat memberhentikan kegiatan.
Keempat, pelatihan untuk pekerja sebelum masuk ruang terbatas
Demi pelaksanaan kegiatan yang aman dan menjamin keselamatan bekerja di ruang terbatas, maka pekerja perlu mendapatkan pembekalan pengetahuan dan pemahaman dalam bertindak berupa pelatihan khusus. Pelatihan tersebut harus berisikan materi yang memenuhi standar keterampilan pekerja dalam melaksanakan tugasnya, dan memastikan pemahaman prosedur baru dalam bekerja atau yang telah diubah karena suatu keperluan. Seusai pelatihan, setiap pekerja yang menjadi peserta harus diberi sertifikat kelulusan. Pada sertifikat tersebut tercantum nama masing-masing pekerja, tanda tangan atau inisial pemateri, dan tanggal pelatihan.
Kelima, perencanaan penyelamatan dan tanggap darurat di ruang terbatas
Keadaan darurat adalah suatu kondisi yang butuh perhatian khusus karena kehadirannya tidak terduga dan tentu saja tidak diharapkan. Pengurus harus menyiapkan prosedur penyelamatan sebelum kondisi tersebut terjadi saat pekerja sedang bekerja di ruang terbatas. Aturannya tertuang dalam Kepdirjen Binwasnaker No.113/DJPPK/IX/2006 yang berisikan kewajiban pengurus untuk menentukan tim penyelamat dan tanggap darurat, memberikan pelatihan, dan mengevaluasi kemampuan anggota tim secara berkala.
Evaluasi kemampuan tersebut meliputi dua hal. Pertama, tentang kemampuan atau daya tanggap tim penyelamat terhadap panggilan dalam waktu yang tepat, dengan asumsi bahaya yang telah teridentifikasi. Kedua, kecakapan tim penyelamat dalam bertugas dan menggunakan peralatan penyelamatan.
Secara umum, pelatihan untuk tim penyelamat mencakup penggunaan alat pelindung diri yang tepat, pelaksanaan tugas penyelamatan, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan lain-lain. Di samping pelatihan tersebut, pengurus harus memastikan tim penyelamat terus berlatih melakukan penyelamatan sekurang-kurangnya 1 kali dalam 12 bulan. Pelatihan dilakukan dengan simulasi penyelamatan boneka atau benda menyerupai manusia yang berada di ruang terbatas. Ruangannya pun dibuat menyerupai aslinya, baik dalam hal ukuran, konfigurasi dan kemudahan aksesnya.
Aturan-aturan tersebut adalah hal standar yang mesti dipahami perusahaan atau pekerja, agar tetap menjaga keselamatan dan kesehatan dalam melangsungkan kegiatan, dan untuk dampaknya di masa yang akan datang. Hal tersebut memang sangat penting dan tidak boleh diabaikan, meskipun detail dan ketat.